ABRAHAM DAN AIR MATA DI ALIF LAMM MIM


Assalamualaikum,..Di atas hamparan batu kerikil putih di bawah pohon besar Bindeng aku melihat Abraham duduk bersila, tangannya terlilit tasbih kecil terbuat dari kayu kaokah, badannya bungkuk merunduk seperti tidur duduk karena kecapaian atau seperti seorang yang terlalu lama berdzikir sehabis sholat subuh. Jubahnya tampak terang dalam gelap separuh malam, tapi Abraham tidaklah tidur, dia sedang menangis sesunggukan. Air matanya jatuh menimpa Al-Quran yang berada di tangannya, bunyi sunggukannya terdengar sampai 50 meter dan air matanya membasahi mushaf sampai lembar ke dua ratus seolah seluruh cairan dalam tubuhnya disiapkan untuk menjadi air mata. Di samping kanan kirinya berjejer kuburan-kuburan lama dari kerabat-kerabat pengasuh pondok pesantren termasuk kuburan Kiai Abdul Hamid pendiri pondok ini.

Aku mengintip Abraham dari balik pohon Mangga yang gelap tak berlampu, kini sudah pukul dua malam, semua lampu di kamar-kamar sudah dimatikan apalagi malam ini adalah malam Ahad, tidak terlalu ramai orang berada di Pesarean, berbeda dengan malam Jumat dan Selasa dimana semua santri berkerumun di pinggir-pinggir makam menunggu butiran barokah jatuh ke tangan yang sengaja ditengadahkan. Tetapi malam ini bukan malam Selasa atau Jumat, malam ini adalah malam Ahad. Inilah malam Abraham. Malam yang olehnya dijadikan waktu bersemedi di atas hamparan batu kerikil putih di bawah pohon Bindeng, yang konon pohon ini dihuni oleh para jin berbentuk-bentuk aneh, akan jatuh dari atas pohon untuk menguji para santri yang berdzikir larut malam, kadang jatuh berbentuk pocong, kadang juga berbentuk makhluk besar bermata satu yang menakuti santri dengan menjatuhkan ingus dan ilernya dari atas pohon atau berupa macan tutul dan ular besar berkepala dua.

Tapi itu semua tidaklah berarti bagi Abraham, malam ahad tetaplah malam Abraham, orang yang semula tidak aku tahu asal-usulnya. Setiba-tiba muncul di kamarku 15 hari yang lalu ketika aku bangun tidur siang. Aku sangat terkejut di siang itu, saat bangun tidur di sebelahku ada orang aneh dan asing. Dia tidur menggunakan jubah dan bersorban, juga tasbih melingkar di tangannya. Aku sempat linglung seraya langsung berdiri dan keluar dari kamar mencari seseorang yang bisa dicari informasi tentangnya. Ternyata di pojokan serambi Masjid ada Khoirul sedang asik membaca Fathul Wahab, aku mendatangi dan duduk di sebelahnya.

“Rul, siapa orang yang berjubah di kamar kita itu?” Khoirul melirik dan mengangkat bibirnya sebelah.

“Dia santri baru, dia datang sehabis dhuhur tadi,” jawab Khoirul.

“Kamu tahu dari mana dia?”

“Katanya sih dari Solo.”

“Siapa namanya?”

“Abraham!”

“Siapa?” aku ulangi pertanyaan agar lebih jelas.

“Abraham. Abraham Abdullah.” Jawab khoirul sembari melanjutkan bacaan kitabnya. Akupun diam saja menatap kosong ke pintu kamar.

Pada hari-hari awal dari kedatangan Abraham di pondok, suasana di kamar masih seperti biasa, artinya tidak ada hal-hal aneh dan janggal, akan tetapi setelah tujuh hari dia disini barulah aku menjadi gelisah. Selalu ada hal yang janggal dari tingkah lakunya. Entah ketika dia berada di Masjid atau di saat bersemedi tengah malam, juga jubah dan sorbannya yang mengingatkanku pada kelompok aliran-aliran Islam tertentu, mukanya selalu cemberut dan nyaris tidak tersenyum sama sekali. Kalau dia berada di depanku dia buang muka. Entah dia malu padaku atau memang risih.

Setelah ngaji tafsir Jalalain ba’da shalatAshar, aku menceritakan lagi kejanggalan yang ada di benakku tentang sosok Abraham pada teman-teman, sekitar ada empat orang yang berkumpul waktu itu.

“Kalian tahu, kini Abraham membuat hatiku selalu gelisah, ada saja kekhawatiran dalam diriku!” ujarku membuka pembicaraan.

“Gelisah gimana, kok bisa?” tanya Ibrozul.

“Iya sudah tujuh hari dia disini tujuh hari pula aku resah. Begini,dua hari yang lalu dia ketahuan memegang sebuah buntelan kain warna merah, ketika aku melihatnya dia langsung menyembunyikan di saku jubah sebelah kiri, dan pasti ada rahasia di balik kain merah itu, kedua aku sering melihatnya sholat tidak memakai ruku’ dan terkadang hanya satu sujud, ketiga malam minggu kemaren kurang lebih pukul dua malam dia terlihat sendirian di bawah pohon Bindeng padahal bukan malam Jumat ataupun malam Selasa. Anehkan?, terus keempat dia tidak pernah….”

“Ssst… sst…” mulut Rohli memdesis, telunjuknya ditempelkan ke mulut.

“Ada apa Li?” tanya Fathur.

“Abraham di depan kamar!” bisik Rohli.

“Apa?”

“Abraham ada di depan kamar!” ujarnya lebih jelas.

“Ngapain dia?”

“Dia sedang duduk memeluk lututnya” jawab Rohli.

“Apa dia sudah lama duduk disitu?”

“Kayaknya sih, iya” kata Rohli, membuat kami semua diam ketakutan, pasti Abraham mendengar perkataanku dari tadi, tetapi aku tenangkan diri memusatkan pikiran supaya semua orang disitu tidak gugup, sebab aku lihat mata mereka sudah celingak-celinguk panik.

“Sudah, sudah tidak apa-apa, lah wong yang kita bicarakan memang kenyataan, iya kan!?” seruku pada mereka berempat, supaya mereka tidak ketakutan, padahal aku sendiri berbicara pelan takut kalau Abraham mendengar kembali.

Sekelebat sosok lewat di depan kami, dialah Abraham berjalan membuka lemarinya yang kebetulan di sebelah lemari Fathur, pandangannya sinis dan murung. Mungkin dia sakit hati mendengar kenyataan tadi, kemudian dia mengambil sesuatu dari lemarinya, barang yang sering dibawa kemanapun dia pergi, yakni sebuah buku hitam kecil seukuran saku, lengkap dengan tempat bolpennya, dia sering menaruhnya di saku jubah sebelah kanan dan buku itu pula yang memunculkan kecurigaan besar di benakku. Adakalanya aku menyangka bahwa di dalam buku itu tersimpan misi-misi terselubung atau daftar nama-nama korban penyesatan. Aku segera berdiri mengambil baju koko, memakainya dan mencoba melirik ke arah Abraham, tapi tiba-tiba Abraham menatapku dengan sadis dan tajam aku terkejut dan langsung kubalas lirikannya dengan pandangan lebih tajam meskipun pada akhirnya dia mengalah dan menunduk takluk dengan sorot mataku, dia segera keluar membawa keanehan dan kejanggalan di balik jubahnya.

Malam itu, tepatnya sehabis shalat Isya’ semua santri berkumpul di serambi Masjid untuk mengaji kitab Ihya ‘ulumuddin. Pengajian wajib dengan menggunakan sistem Bandongan dan diasuh langsung oleh kiai Ilyas. Disepanjang pengajian itulah aku mereka-reka, membayangkan dan berpikir kuat tentang Misteri Abraham. Tanganku tetap memaknai kitab tetapi pikiranku sedang menerka-nerka sosoknya, setelah aku sering menceritakan pada teman-teman, aku merasa masih tidak tenang karena dari mereka tidak ada tindak lanjut atau solusi sedikitpun.Maka di pengajian itu pula aku menemukan ide untuk lebih tahu, siapakah Abraham sebenarnya, supaya kecurigaan ini betul-betul terbukti dan Abraham akan segera diseret oleh keamanan kerena telah menyamar sebagai santri untuk menyebarkan aliran sesat. “Baiklah aku akan mulai misi ini!” suara itu secara spontan keluar dari mulutku tanpa ada seorangpun yang mendengarnya, sebagai tanda tekat kuat.

Pengajian selasai, untuk malam itu aku tidak mendapatkan informasi apapun dari kitab Ihyaa’ulumuddin sebab Abraham menyita pikiranku, pengajian dua jam tak satu pun ilmu masuk ke dalam diriku. Peraturannya bila telah selesai mengaji kepada kiai Ilyas maka wajib bagi semua santri segera tidur di kamar masing-masing agar Tahajjud dan subuh bisa sama-sama didapat, akan tetapi setelah lampu kamar dimatikan, aku melancarkan misiku, aku mengajak Rohli, Fathur, dan Ibrozul supaya berkumpul di pojokan kamar.Dengan suara pelan aku meminta tolong pada mereka bertiga. Aku mengajak ketiganya karena mereka selalu percaya padaku.

“Saya minta tolong pada kalian.” Pintaku sambil berbisik.

“Apa yang bisa kami bantu?”Tanya balik Rohli dengan berbisik pula.

“Saya punya misi setiap satu di antara kalian adalah satu hari!”

“Maksudnya?” tanya Ibruzul meminta pemahaman.

“Begini, kalian tahukan selama Abraham ada di sini tidak ada seorangpun yang menemani dia” ujarku.

“Iya kami tahu, tapi itukan karena kamu yang menyuruh kami menjauhi dia supaya tidak ikut sesat.” Jelas Ibrozul.

“Lah, iya itu bagus. Tapi sekarang saya minta pada kalian bertiga untuk mendekati Abraham”

“Lohh!” sergah Fathur terkejut.

“Sssst.. dengar dulu,aku belum selesai ngomong. Begini dalam tiga hari kedepan kita harus berbagi tugas untuk mencari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Abraham sesat. Mengertikan maksud saya!?” mereka semua diam saja tapi setelah saya tatap tajam, mereka langsung mengangguk.

“Kalau sudah mengerti, berhubung sudah jam tidur maka aku akan langsung bagi tugas sekarang. Untuk yang bergerak di hari pertama. Kamu Hur!” aku menunjuk Fathur sebagai yang pertama.

“Loh kok saya? Yang lain saja dulu.” Respon Fathur, enggan untuk beraksi di hari pertama.

“Fathur! Kamu jangan membantah, kamu tahu?ini tentang agama, kamu mau agama kamu dicemari, semuanya nanti juga kebagian tugas, lagian kamu pinter guyon, gampang beradaptasi.” aku membujuk Fathur untuk bergerak di hari pertama, dan pada akhirnya diapun mau.

“Untuk hari kedua kamu Zul!” Ibrozul langsung menerima.

“Dan kamu yang terakhir!” aku memandang Rohli dan diapun juga sanggup bergerak di hari ketiga.

“Baiklah, kalau semua sudah kompak, hal yang harus diperhatikan adalah pertama, jangan sampai kalian menunjukkan gelagat yang mencurigakan di depan Abraham, ambil sikap biasa saja. Kedua, perhatikan barang-barang Abraham yang mencurigakan dan sesuatu yang sekiranya menyimpang dari ideologi kita kalau bisa barang semacam itu diambil sebagai bukti. Dan ketiga,sekali lagi usahakan jangan sampai dia curiga melihat kalian melirik barang-barang miliknya. Ngerti?”

“Baiklah kalau begitu sekarang kita tidur, misi akan kita mulai besok,” ucapku mengintruksi.

****

Pada hari pertama kami menjalankan misi sesuai dengan yang sudah direncanakan, Fathur menjalankan tugas dengan mulus, dia berhasilmendapatkan perhatian Abraham, Dia juga berhasil mengambil satu bukti berupa buntelan kain warna merahyang sering disembunyikan di saku jubah sebelah kirinya. Ketika aku membuka buntelan itu aku terkejut, ternyata berisi tasbih kecil, juga selembar kertas bertulis surah Al-Fatihah yang ditulis tanganserta foto hitam-putih seorang kakek-kakek berkopiyah putih tidak berjenggot dan tidak pula memakai sorban. Aku curiga kalau orang di foto itu adalah salah-satu pimpinan kelompok aliran Abraham. aku bungkus kembali barang-barang itu, pertanda satu bukti telah dikumpulkan.Aku menaruhnya di lemari.

Pada hari kedua Ibrozul bergerak mendekati Abraham, pura-pura menjadi temannya untuk mengorek keterangan sambil mencari bukti. Dan dia pun berhasil mejalankan tugas walaupun yang didapat bukan berbentuk barang melainkan pernyataaan.

“Apa laporanmu Zul?” tanyaku malam itu.

“Saya tidak mendapatkan barang aneh apapun, tapi tadi sore Abraham berbisik ke telingaku, mengaku bahwa malam Ahad adalah malam sakral.” Langsung aku terkejut mendengarnya. Kalimat malam Ahad adalah malam Sakral membuat tanganku gemetar, kenapa tidak!? pernyataan ini sudah menyimpang dari ideologi para santri yang beranggapan malam sakral adalah malam Jumat dan Selasa bukan malam Ahad. Pernyataan ini menjadi bukti kedua, bahwa Abraham memiliki paham berbeda. Aku meminta Ibrozul supaya nanti menjadi saksi di kantor keamanan dari pernyataan ini. Beruntung Ibrozul pun mau bila harus menjadi saksi.

Hari ketiga giliran Rohli bergerak, dia harus mempersiapkan diri terlebih dahulu sebab dia orangnya mudah dicurigai dan sering gemetar jika melihat sesuatu yang mengejutkan pikirannya namun tetap aku sarankan untuk bersikap biasa. Dan ternyata hari itu pun berjalan mulus, Rohli langsung disambut baik oleh Abraham, meski Rohli tidak gampang beradaptasi dengan orang baru, tapi pagi itu dia langsung berbincang dan mendengarkan cerita-cerita Abraham tentang Aladin dan Abu Nawas. Aku mendengar sebentar dari balik pintu kamar kemudian aku pergi ke makam untuk membaca Al-Quran.

Sore hari di hari ketiga dari hari yang direncanakan sesuatu yang aneh terjadi lagi, ketika pengajian tafsir Jalalain dimulai dan kiai Ilyas mulai mengartikan kitab dari ayat pertama surah Al-Ankabut yang berbunyi Alif-laam-miim, tiba-tiba si Abraham menangis. Aku melihat matanya berair tapi dia tahan untuk tidak bersuara, air matanya jatuh ke lembaran kitab menjadikannya basah. Aku memperhatikannya cukup lama tapi aku tepis perasaan iba di hatiku sebab bisa jadi dia hanya berpura-pura. Aku akan tetap akan menyelidikinya sebab dua bukti sudah ada di tangan, tinggal satu bukti lagi untuk menguatkan pernyataan kalau dia sesat. Tinggal menunggu laporan dari satu orang yaitu Rohli.

Malam ini tepatnya pada pukul sembilan lebih seperempat tadi, adalah malam yang menegangkan. Kiai Ilyas telah selesai membacakan kitab Ihya ‘Ulumuddin, kitab karangan imam Ghazali. Dua jam berlalu, pengajian sehabis isya’ telah selesai, pembacaan do’a pun usai. Para santri berhambur menuju kamar masing-masing. Aku masih duduk di serambi Masjid menunggu tiga teman datang, ternyata mereka pun datang. Kami duduk sebentar kemudian kembali ke kamar bersama-sama berkumpul di pojokan kamar untuk mendengarkan laporan terakhir dari Rohli.

“Aku melihat dengan mata kepala sendiri!” kata Rohli.

“Kamu jangan membesar-besarkan Li,” ucap Fathur tidak percaya dengan laporan Rohli.

“Sumpah Aku tidak mengada-ngada,” kata Rohli menyakinkan.

“Benarkah apa yang kau laporkan tadi?” tanyaku.

“Benar!” jawab Rohli sambil tangannya diangkat sebagai tanda yakin.

“Kalau begitu coba kamu ceritakan lagi dari awal!” pintaku lagi.

“Begini, tadi siang, awalnya aku melihat Abraham sendirian di serambi Masjid, dia sedang melamun. Makanya aku hampiri saja dia, aku mengajaknya bicara tapi dia tidak hiraukan aku. Dia tetap diam tidak mau ngomong, setelah lama aku duduk di sampingnya tiba-tiba dia bicara. Mengajakku untuk melihat lukisannya, ya aku ikut saja. Aku bertanya kepada Abraham, dimana dia melukis, dia menjawab melukis di pintu lemari, aku tanya lagi apa yang dilukis, dia menjawab nanti kamu akan tahu. Sehabis itu kami berjalan ke kamar mendekati lemarinya. Diambillah kunci dalam saku jubahnyadan membuka gembok, membuka pintu lemari dan ternyata tidak ada gambar apapun di balik pintu itu, tidak ada lukisan apapun di situ tetap berupa kertas karton putih kosong. Aku bertanya kepadanya dimana lukisannya, Abraham menjawab ‘aku belum melukisnya dan akan melukisnya sekarang’. Aku diam saja ketika dia ngomong begitu dan mengambil sebuah spidol whiteboarder. Aku memperhatikan Abraham yang mulai melukis. Namun sadar tidak sadar ternyata lukisan di lemarinya itu adalah lambang Salib dengan ukuran besar saat itu aku terkejut, namun aku tahan untuk tidak terkejut. Saat itu dia terus melukis di bawahnya sebuah kata “Yesus” tiba- tiba mulutku kering. Aku tidak bisa menahan keterkejutanku seolah-olah aku ditampar dengan palu. Saat aku terkejut dia berkata “Ini lukisanku!” kemudian dia menutup pintu lemari dan keluar dari kamar.Cuma itulah laporan saya hari ini.” Rohli menceritakan semua kejadian tadi siang yang membuatnya pucat pasi.

Kami bertiga yang mendengarnya terkejut bukan main, maka telah nyata kecurigaan kami selama ini, Abraham sesat. Diskusi yang berlangsung di pojokan kamar tidak terasa menyita waktu sekitar dua jaman. Jam menunjukkan pukul setengah satu malam aku beranjak menghidupkan lampu kamar, melihat-lihat mungkin saja Abraham ada di kamar tidur diantara teman -teman yang sudah lelap namun ternyata dia tidak ada. Aku menjadi marah. Aku bergegas mencarinya di kamar mandi tidak ada, di Masjid juga tidak ada. Aku kembali lagi ke kamar menyuruh tiga teman untuk membongkar lemarinya, setelah didobrak ternyata benar apa yang dikatakan Rohli. Gambar salib terlihat dibalik pintunya lengkap dengan nama Yesus. Tanganku langsung merayap di sela-sela lemarinya, mencari bukti-bukti lain, mulai dari bawah yang berisi peralatan mandi sampai keatas yang berisi baju-baju kemudian saat tanganku sampai di sela-sela pakaian, aku menyentuh benda yang selama ini aku incar, yaitu buku hitam kecil seukuran saku lengkap dengan tempat pulpennya yang sering disimpan di saku jubah sebelah kanan. aku ambil buku itu dan menutup kembali pintu lemari sambil mencari tempat untuk membaca isi buku dan inilah tulisan- tulisan Abraham dalam buku hitam seukuran saku itu.

Di lembaran pertama tepi atas tertulis kalimat Basmalah arab yang jelek. Di bawahnya tertulis:

Lembaran pertama hari pertama;

Mama, ini hari pertama Abraham di pondok pesantren, suasananya tenang, di sudut- sudut kamar, Abraham melihat para santri membaca buku berkertas jingga bertulis arab. Hari ini Abraham bahagia.

Lembar kedua hari kedua;

Mama, Abraham sekarang bersama-sama para santri Shalat di Masjid, ternyata membuat hati Abrahan tenang. Hari ini Abraham bahagia.

Lembar ketiga hari ketiga;

Mama,kini Abraham sudah membawa kitab walaupun Abraham hanya bisa mendengarkan saja tapi Abraham bahagia.

Lembar ke tujuh hari ketujuh;

Mama, kini Abraham telah tujuh hari di pondok pesantren tapi sampai hari ini tidak ada satu pun orang di kamar menemani Abraham, tapi Abraham tetap harus sabar.

Lembar ke delapan hari kedelapan;

Mama, kini orang-orang kamar tidak hanya menjauhi Abraham tetepi mereka juga ngomongin Abraham di pojokan kamar. Abraham sedih.

Lembar ke sembilan hari ke sembilan;

Mama, Abraham tidak tidur di kamar lagi karena Abraham tidak tahan di omongin macam-macam. Abraham sangat sedih.

Hari ke sepuluh;

Mama, Abraham rindu Mama, kini orang-orang di kamar masih sering kepergok ngomongin Abraham bahkan ada yang menatap Abraham dengan benci. Mama! Abraham mau nanya : Apakah salah jika Abraham berdo’a pada malam minggu sebagai selametan malam kelahiran Abraham seperti yang ditulis Kakek.

Lembar ke sebelas hari ke dua belas;

Mama, Abraham minta maaf karena foto kakek dan Tasbih peninggalanya hilang. Abraham tidak tahu siapa yang mengambil, Abraham menaruhnya di saku jubah sebelah kiri. Hari ini Abraham sangat sedih.

Lembar ke dua belas hari ketiga belas;

Mama,kini orang-orang yang sering ngmongin Abraham di pojokan kamar satu-persatu mendekat dan menemani Abraham, tapi Abraham tahu kalau mereka cuma berpura-pura, soalnya mata mereka melirik-lirik barang-barang Abraham. Abraham tak tahan lagi di sangka orang jahat Abraham sudah mencoba bersabar seperti yang dikatakan mama tapi Abraham tidak kuat.

Lembaran terakhir dari lima belas hari;

Mama, kini Abraham mulai goyah dan ingin kembali bertanya kepada Mama tentang tiga hal. Pertama, kenapa dua bulan yang lalu Mama mengajak Abraham untuk masuk Islam. Kenapa kita pindah Agama? Kedua, apakah Mama sudah memikirkan sebelumya untuk memutuskan menjadi Muallaf? Ketiga, benarkah kakek Abaraham seorang Muslim. Oh iya , tadi siang aku tulis lambang Salib di pintu lemari sebagai tanda kalau Abraham sedang goyah tapi Abraham sampai sekarang masih seorang Muslim. Ma, tolong pertanyaan Abraham dijawab. Besok Abraham pulang.

Setelah membaca tulisan terakhir dari tulisan-tulisan Abraham tanganku gemetar. Aku tak bisa bergerak, air mataku tumpah, aku sekarat dan ingin berteriak tapi tidak bisa. Ingin sekali membenturkan kepala ke tembok dan meninju tiang-tiang kamar tapi tetap aku tak bisa bergerak. Aku kini menjadi seorang sekarat. Orang kafir macam apakah aku ini, kenapa aku begitu bodoh. Kenapa tindakanku hampir membuat orang untuk murtad kembali. Apa yang aku pikirkan selama ini.

Lama sekali aku meracau namun secara perlahan tanganku mulai bergerak, aku sudah mulai sadar dari titik koma. Aku melihat lemari Abraham dan langsung berlari mencari orangnya. Aku mencari di belakang blok, di setiap kamar mandi, di masjid tapi tidak kutemukan. Aku mencari di tempat wudlu masih tidak ada. Ketakutan menghampiriku, bagaimana kalau Abraham sampai pulang. Ya Tuhan, ampuni dosaku, ya Allah tolonglah. Akuterus melari mencari Abraham sambil berdzikir La ilaha illallah.

Dengan beruntung aku melihat bayangan Abraham sedang duduk bersila di dekat makam para kiai, di bawah pohon Bindengyang angker, di atas hamparan krikil putih. Aku melangkahkan kaki pelan kemudian berhenti sebentar untuk mengintip Abraham dari balik pohon Mangga. Air mataku tak henti-hentinya mengalir. Aku melihat Abraham di sana sedang menangis, suara sunggukannya terdengar sampai ke telinga. Matanya nanar, air mata dan lendir hidungnya berlomba-lomba jatuh kelembaran mushaf yang hanya dibuka,hingga mungkin telah basah ke lembaran tiga ratus.

Assalamualaikum,..Hatiku remuk jiwaku hacur dan ragaku ini lemah tak ada daya.Perlahan aku langkahkan kaki mendekati Abraham kemudian merangkak diatas hamparan kerikil putih. Dengan pelan aku duduk di sampingnya sambil terus menangis. Abraham yang sedang menangis menatapku kemudian mengusap air matanya dan menutup Al-Qu’ran yang di halaman pertama surah Al-Baqoroh Alif-Laam-Miim-nya basah dan rabun. Aku menghambur dan menyambar tangannya, menumpahkan segala sesuatu yang bisa kutumpahkan. Aku meminta maaf dan mengakui segala kesalahan dan prasangka. Lama aku tertunduk dan menangis. Abraham pun tidak berkata apa-apa, dia membiarkan tangannya basah oleh mataku. Setelah beberapa lama barulah dia bicara :

“Sudahlah saudaraku. aku sudah memaafkanmu.Lebih baik mulai besok kamu ajari aku bagaimana mengerjakan Shalat dengan benar. Yah!”..

wassalam

Tebuireng, 14 Maret 2012

Ditulis oleh Zainuddin AK Bin Sugendal

*Juara 2 Lomba Cerpen Islami 2012 oleh Unit Penerbitan Pesantren Tebuireng

di edit frame wong alit.

96 tanggapan untuk “ABRAHAM DAN AIR MATA DI ALIF LAMM MIM”

  1. aslkm….
    ikut absen di lapak baru…
    salam buat seluruh sedulur semua…

    artikel yg sangat menggugah, alhamdulillah mengingatkan saya agar tidak suudzon terhadap sesama…

    Suka

  2. Pami saur uyut mah saupami urang tiasa ngalakonan hirup di pandang rendah tur hina kunu lian tur urang teu nyempal kanu piwuruk Gusti tinangtos bakal tiasa mendakan kasajatian hirup…
    Tengtremna hate sanes kenging pamuji guligahna manah sanes kenging panghina tinu lian tpi tentremna hate lantaran sadar kana pangawasaNA, guligahna manah sabab sieun nyempal kana pangawasaNA..

    Suka

  3. mbah go kong@kenapa anda hanya ngomong saja+cerita saja??
    Siapa anda sebenarnaya???.
    anda selalu mengomentari sinis+kadang memojokan orang+kadang+kadang menyalahkan orang….
    Kalo anda bener2 di jalan yang lurus2 aja dan orang kosong+pasrah…
    Ajaklah orang songgobumi buat ikut ngaji di tempat guru anda biar saya khusunya tahu tentang dalamnya ajaran guru mbah go kong.matur suwun

    Suka

  4. Gilanya Gus Dur 1

    Kalau anda penggemar Gusdur, atau orang yang mengagumi Gus Dur anda jangan marah dengan judul diatas karena Gus Dur memang Gila di mata orang-orang yang tidak bisa dan tidak mengenal Gus Dur. Kalau saya menulis tulisan ini juga bukan berarti saya benar-benar paham dengan apa yang dilakukan oleh Gus Dur namun yang jelas saya adalah penggemar Gus Dur yang nyentrik dan sering tidak masuk akal bagi orang lain.

    Tidak mudah untuk memahami Gus Dur namun ini ada sedikit cerita yang belum pernah dipublikasikan dan saya dapatkan langsung dari orang yang pernah dekat dengan Gus Dur mengenai keanehan atau kelebihan Gus Dur

    yang mungkin tidak asing lagi bagi orang-orang tertentu namun tidak masuk akal bagi orang lain terutama bagi orang yang hanya mengandalkan akal dan pikirannya untuk mencerna segala sesuatu diunia ini.

    Gus Dur menyuruh orang mabuk untuk melakukan shalat.

    Ini bukan sensasi namun Gus Dur pernah menyuruh orang untuk shalat sedangkan orang tersebut boleh dikatakan sedang mabuk karena baru meminum minuman keras.

    “Tapi saya baru minum, Gus?”

    “Nggak Papa yang penting shalat,” jawab Gus Dur

    Orang tersebut akhirnya shalat dan terus shalat walaupun baru menenggak minuman keras dan Gus Dur membiarkannya. Lama kelamaan orang itupun jadi mikir tentang shalatnya yang dalam keadaan mabuk atau habis meminum minuman keras. Maka dibenahinya shalatnya dan alhamdulillah orang tersebut meninggalkan minuman keras dan tidak pernah meninggalkan shalatnya.

    Di sini saya melihat bahwa Gus Dur tidak memaksakan suatu syariat walaupun wajib hukumnya. Tidak harus menjadi orang baik dulu untuk menjalankan shalat. Tidak harus menjadi orang yang tobat dulu untuk menjadi baik. Disini yang saya llihat shalat adalah sarana untuk menjadi baik dengan keadaan yang sebisanya. Gus Dur melihat masa yang akan datang yang saya yakin mungkin tidak pernah dilakukan oleh ustad, kyai ataupun orang islam lainnya.

    Pertanyaannya bagaimana jika Gus Dur bilang pada orang tersebut begini, ” Kamu pemabuk, shalat kamu nggak mungkin diterima Allah, jadi percuma shalat, tempat kamu dineraka.

    Orang yang suka mabuk itu pasti akan putus asa dari kebaikan dan Allah, dan mungkin akan menjawab begini,” Iya, Gus. Percuma saya shalat. Makanya mending mabuk aja terus. Tobat juga mungkin nggak berguna. Mending fly aja deh selamanya”.

    Disini terlihat gilanya Gus Dur yang tak mungkin dicapai oleh orang lain. Terlihat menabrak syariat namun hasilnya top.

    Tulisan ini masih bersambung episode 2 yang meceritakan kajaiban Gus Dur dan makanan kesukaan Gus Dur sebagai jawaban pertanyaan acara satu jam lebih dekat dimana para pengawal Gus Dur yang katanya sudah ikut Gus Dur lama namun belepotan ketika ditanya oleh presenter tv one apa makanan kesukaan Gus Dur.

    Suka

  5. mas sungokong,dari pada komentar yg panjang mendingan buat saja artikel kirim ke email blog nanti sy posting,dari pada berserakan gak jelas dimana mana disamping itu juga bisa mengganggu sedulur lain yg menjadikan mereka tidak nyaman karena beda dgn topik lapak…karena tiap pengunjung punya selera lain2x dlm baca artikel dan komentar.

    Suka

  6. Bumi-ne panas ketoke iki mas, yen neng njobo adem tp neng njero ngomah sumux, ora mung neng omahku thok iki mslhe… tonggo2 yo do crito ngono…

    Suka

↓ ungkapan SILATURAHMI .~terima kasih atas kunjungannya.