ASALAMUALAIKUM.
Segala puji bagi allah yg menciptakan segala makhluk nya dengan segala hal keunikannya dan kelebihanya dan hakekatnya hanya allah yang tahu apa maksudnya. Itulah kekuasaan allah yg tidak terbatas dan maha besar.
Area gunung dieng adalah alam yg sangat mempesona .gunung dieng yang terkenal dengan candi dan wisata alamnya. Banyak orang dari berbagai daerah datang karena alamnya yg indah , bahkan turis luar negeri banyak yang mengunjungi dataran tinggi Dieng karena ingin melihat keindahan wisata tersebut.
Saat mencari penginapan, ada suatu pemandangan unik di Jalan Raya Dieng, RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah itu.
Sebuah tenda terbuat dari terpal berdiri di depan rumah warga tepat di pinggir jalan tersebut. Saat bertanya kepada warga soal tenda itu, ternyata di dalamnya ada ‘penghuni’ yang sudah 19 tahun tinggal menetap. Dia adalah Mbah Fanani, begitu warga menyebutnya.
Tidak ada yang tahu asal usul Mbah Fanani. Begitu juga dengan maksud dan tujuan Mbah Fanani tinggal belasan tahun di tenda berukuran 2×3 meter itu. Sebab, pria sekitar umur 60 tahunan itu tidak pernah bicara sepatah kata dengan siapa pun selama tinggal di tenda.
“Ngga ada yang tahu tujuannya ngapain di situ, nggak pernah ngomong dari dulu, cuma diam di dalam tenda nggak pernah ke mana-mana, saya pun hanya kasih makan saja” kata seorang warga, Uripah, yang rumahnya persis di depan tenda Mbah Fanani saat ditemui beberapa hari
Untuk memastikan cerita warga, lalu mencoba memasuk ke tenda Mbah Fanani. Ketika masuk mengucapkan salam, hanya lambaian tangan yang dia lakukan pertanda mempersilakan masuk. Sambil berselimut kain hitam dia hanya duduk, sorot matanya tajam melihat setiap orang yang mendatanginya.
Rambutnya gimbal dan panjang terurai memenuhi tenda. Kumis serta jenggot yang panjang membuat Mbah Fanani terlihat menakutkan.
Dalam tendanya, banyak tumpukan botol air mineral dan beberapa bungkus makanan ringan. Menurut warga, minuman dan makanan tersebut dibawa oleh setiap tamu yang mengunjungi Mbah Fanani.
Salah seorang warga Widodo (55) menceritakan, pada tahun 1990 an pertama kali Mbah Fanani datang ke Wonosobo dan bertapa di Desa Stieng di bawah batu besar. Karena warga di desa tersebut tidak suka keberadaannya, Mbah Fanani diusir. Akhirnya pada tahun 1996 dia pindah ke Jalan Raya Dieng, RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, tempat dia menetap saat ini.
“Kalau tinggal di sini 19 tahun, awalnya di Desa Stieng. Pas datang ke desa ini dia duduk di depan rumah Pak Ono. Ditanya nggak mau ngomong. Berhari-hari terus di situ akhirnya warga buatkan tenda untuknya,” cerita Widodo.
Pertama kali, katanya, tenda yang dibuatkan warga hanya dari terpal plastik. Karena sering rusak, setiap tiga bulan sekali warga mengganti tenda tersebut. Namun baru-baru ini warga mengganti dengan terpal yang tebal dan kuat.
Dia mengatakan, tidak ada yang mengetahui dengan pasti asal usul Mbah Fanani. Hanya saja dari beberapa orang yang pernah mengaku sebagai keluarganya, Mbah Fanani berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
“Banyak yang ngaku keluarga dan bilang Mbah Fanani orang Cirebon, Sindang Laut,” ungkapnya.
Awalnya warga Diengkulon pun tidak mengetahui bahwa nama pria itu Fanani. Nama Fanani disebutkan oleh seorang yang mengaku sebagai keluarganya.
“Pas ke sini warga nyebut Mbah Slamet, soalnya nggak tahu namanya. Kami sebut Mbah Slamet harapannya supaya desa ini selamat adanya dia. Tapi pas ada keluarganya bilang namanya Mbah Fanani yaudah disebut Mbah Fanani,” cerita ketua RT 1 Diengkulon, Taifin.
Mbah Fanani merupakan orang misterius yang terbilang unik. Karena selama 19 tahun dalam pertapaannya dia hanya diam tak pernah komunikasi apa pun. Dari keunikan tersebut malah banyak orang berdatangan menemuinya. Tapi ternyata, tidak semua orang yang bisa masuk ke dalam tenda untuk menemuinya.
Tempat Pertapaan Mbah Fanani
Bukan karena dia menakutkan atau menyeramkan, karena dia bisa merasakan jika orang yang datang bertujuan tidak baik. Mbah Fanani akan mengusir dengan kode lambaian tangan atau jarinya. Namun apa bila batinnya merasa orang tersebut baik, maka Mbah Fanani pun akan mengajak masuk dengan lambaian jarinya pula.
“Dia tahu kalau kira-kira orang yang datang tujuannya nggak baik, Mbah Fanani pasti nggak mau (ditemui) dan ngusir,” kata Narti (36) warga sekitar, saat ditemui beberapa hari lalu.
Tak hanya itu, warga sekitar pun tidak semua orang bisa mendekatinya. Mbah Fanani pun menolak beberapa warga yang kurang pas di hatinya ketika akan memberi makan atau membersihkan tendanya.
“Bukan cuma tamu, sama warga di sini juga ada yang nggak mau kalau dikasih makan atau bersihin tendanya. Yang setiap hari ngasih ya ibu Uripah yang punya rumah belakang tendanya,” katanya.
Bahkan, jika Mbah Fanani tidak ikhlas setiap tamu yang berkunjung lalu meminta foto maka hasilnya tidak terlihat.
“Kalau nggak ikhlas foto juga nggak kelihatan. Saya sering lihat tamu foto tapi hasilnya nggak ada. Sering saya lihat begitu,” aku Widodo (55) salah seorang warga.Entah hal itu mistis atau bukan, akan tetapi berdasarkan kesaksian warga itu benar terjadi.
19 Tahun tinggal di sebuah tenda kecil, hanya berselimut kain tipis membuat Mbah Fanani berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Di Desa Dieng kulon yang terkenal dingin dia bisa bertahan hidup hingga belasan tahun. Karena kelebihan itu lah banyak orang yang menganggap Mbah Fanani sebagai orang sakti.
Hal itu terbukti dari ribuan orang yang sering mengunjungi Mbah Fanani. Banyak orang dari berbagai kalangan berbondong-bondong mendatangi Mbah Fanani dengan maksud dan tujuan bermacam-macam.
“Yang saya heran banyak orang yang datang dari berbagai daerah yang datang ke Mbah Fanani, mulai dari kyai ,habib ustadz, anak-anak pondok pesantren, orang biasa ngga tahu mau ngapain,” kata Narti (36) salah seorang warga yang rumahnya seberang tenda Mbah Fanani, saat ditemui baru-baru ini.
Bahkan, kata dia, beberapa bulan lalu sampai 50 bus terdiri habib dan ustadz dan anak pondok pesantren datang untuk bertemu dengan Mbah Fanani. Mereka datang berdoa, berzikir di depan tenda Mbah Fanani. Dengan seketika desa tersebut jadi lautan manusia memenuhi wilayah sekitar.
“Mereka dzikir, berdoa, mungkin untuk mendoakan Mbah Fanani supaya sehat dan panjang umur,” katanya.
Hingga saat ini, warga setempat belum mengetahui sampai kapan Mbah Fanani akan bertapa di desa itu.Wallohua’allam
Kiriman agus santri wonosobo.